Tawuran
Itu
Rika telah selesai
menyisir rambutnya yang tidak terlalu panjang itu. Ia menuruni tangga dengan
langkah kaki yang sedikit berlari, berharap bisa sarapan bersama papah dan
mamahnya. Rika langsung mengecup pipi mamahnya dan mengucapkan “selamat pagi”.
Namun, sayang sekali papah rika sudah berangkat ke kantor 15 menit yang lalu.
Rika kurang cepat ternyata. Mamah rika mengoleskan selembar roti gandum dengan
selai coklat kesukaannya kemudian ditumpuk dengan selembar roti gandum lagi.
Mbok Inah membawakan segelas susu hangat untuk rika.
Mamah menyuruh Mbok
Inah untuk menyalakan televisi untuk menemani sarapan mereka dan mencari
program berita pagi ini. Dalam berita, ditayangkan aksi tawuran antar siswa SMA
yang terjadi Hari Selasa kemarin. Disitu, mamah Rika banyak mengomentari berita
tersebut dan sesekali melihat kea rah anak semata wayangnya. Rika juga
mendapatkan siraman rohani dari mamahnya agar ia tidak terlibat aksi tawuran
kerena akan membahayakan nyawa dan merugikan diri sendiri serta mencoreng nama
baik keluarganya.
“Kamu ndak boleh ikut aksi tawuran
seperti yang di berita itu, sayang nyawamu dan masa depanmu. Kalau ada masalah
dengan siswa sekolah lain lebih baik diselesaikan dengan kepala dingin, ndak
usah menggunakan otot, gunakan saja pikiran yang diberikan Tuhan kepada kita.”
Kata mamah Rika yang sesekali meneguk air putih.
“Iya yah bu, sudah di sekolahkan
mahal-mahal tapi malah seperti itu. Kalau pelajarnya saja seperti itu,
bagaimana nasib Negara kita ya, bu.” Tambah Mbok Inah dengan semangat.
Rika hanya
menganggukkan kepalanya. Dalam hati, ia pun sangat setuju dengan siraman rohani
dari mamahnya. Setelah selesai sarapan, rika berpamitan kepada mamahnya dan
langsung berangkat ke sekolah menggunakan sepeda motor maticnya.
Rika memang berasal
dari kelurga yang kaya. Mamahnya merupakan pengusaha butik yang cukup terkenal,
sedangkan papahnya merupakan anggota dewan. Keluarga Rika bisa dikatakan harmonis, tidak adapertengkaran di
tengah hidup mereka. Namun, tetap saja terkadang rika merasa kesepian jika
orang tuanya sedangsibuk mengurusi pkerjaan mereka masing-masing. Ditambah lagi
rika tidak memiliki adik maupun kakak.
Di sisi lain, panji
dengan tergesa-gesa menghabiskan sarapannya karena ia harus mengantarkan
adiknya ke sekolah terlebih dulu. Berbeda dengan rika, panji bukanlah berasal
dari kelurga kaya, ayahnya merupakan guru dasar negeri sedangkan ibunya
berjualan sembako di warung depan rumah. Namun, panji tidak pernah
mempermasalahkan kondisi keluarganya. Ia tetap bersyukur dengan apa yang
dirasakannya sekarang.
“Kak panji, ayo cepat berangkat, nanti
kakak terlambat lho.” Terdengar teriakan Bela dari ruang tamu.
“Iyaaaa, Bela, adikku yang manis. Sabar
dong.” Jawab panji dengan nada yang terdengar santai namun agak meledek.
Panji tidak mempunyai
kakak, tapi memiliki adik perempuan yang sekarang berada di bangku kelas 8 SMP.
Keluarga panji juga bisa dikatakan harmonis. Namun, terkadang panji sering
menjaili bela tiap kali ia punya kesempatan. Setelah sarapan selesai, panji dan
bela berpamitan kepada kedua orang tuanya dan barangkat menuju sekolah.
Setelah mengantar bela
ke sekolah, panji bertemu dengan budi sedang berjalan kaki. Tanpa basa-basi,
panji langsung memerintah budi untuk naik di sepeda motornya. Mereka berdua
adalah sahabat sejak SMP.
“kok tumben kamu jalan kaki? Sepedamu
mana?” Tanya panji.
“Rantai sepedaku putus tadi malam, jadi
terpaksa aku jalan kaki. Mau naik angkot, tapi tidak dapat tempat. Mau ganti
rantai, uangku ngga cukup, Nji.” Jawab Budi memelas.
“Makanya kamu beli HP dong, yang murah
aja. Biar kalau ada kejadian kaya gini, kamu bisa sms aku biar tak jemput.”
“Iya, Nji. Aku juga udah niat minta
dianterin buat neli HP yang murahan aja. Nanti sepulang sekolah anterin aku
yaa?”
“Siiap bos!”
Mereka berdua tidak
terlambat masuk kelas. Masih lima menit lagi bel masuk akan dikumandangkan. Mereka
duduk di bangku belakang seorang perempuan yang rambutnya tidak terlalu
panjang. Perempuan yang terlihat sangat feminim, tapi tingkah lakunyatidak
sefeminim penampilannya.
“Kok kalian berangkat bareng ngga
ngajak-ngajak sih. Aku kan sendirian berangkatnya.” Kata Rika dengan nada
cemberut.
“Tadi ngga sengaja ketemu Panji di
jalan.” Jawab Budi.
“lho sepeda kamu?”
“Rantai sepedaku putus, Rik.”
“Budi ngga dapet tempat di angkot, terus
dia jalan kaki. Untung aja kita berdua ketemu. Jadi kan bisa bareng.” Jelas
Panji.
“ooooo begitu ceritanya. Oke oke.” Jawab
rika sambil menganggukkan kepalanya.
Bel tanda masuk
berbunyi. Budi keluar kelas untuk mengambil jurnal kelas dan Panji
mempersiapkan peralatan yang akan digunakan untuk kelompoknya presentasi.
Sedangkan rika, melanjutkan obrolan dengan teman sebangkunya.
Mereka bertiga
bersahabat sejak SMP. Berawal dari Budi dan Panji yang dihukum bersama-sama
karena tidak membawa kresek merak saat MOS SMP, kemudian bertemu Rika, yang
dihukum karena berangkat terlambat. Mereka dihukum membersihkan lapangan dan
kebetulan mereka ternyata satu kelas. Sejak saat itulah mereka saling mengenal
dan bersahabat hingga sekarang.
Setelah selesai
memaparkan meteri presentasi tentang tawuran pelajar, panji membuka termin
diskusi kelas. Suasana kelas yang semula pasif, kini mulai aktif. Banyak
pendapat mengenai alasan tawuran. Ada beberapa anak yang setuju dengan tawuran,
banyak juga yang tidak setuju.
“saya sih setuju dengan aksi tawuran.
Kita ngga boleh lemah dengan lawan kita. Kalau mereka menantang, ya kita
ladenin ajalah. Kalo ngga, nanti sekolah kita dianggap sekolah yang lemah sama
mereka.” Pendapat Billy yang terkenal nakal.
“ya ngga dong, tawuran hanya merugikan
diri kita sendiri. Rugi tenaga, rugi dana, dan juga rugi waktu. Orang tua juga
akan malu jika mengetahui kalau anaknya terlibat aksi tawuran.” Dewi, teman
sebangku Rika, berargumen.
“saya setuju dengan pendapat Dewi.
Lagipula, tawuran bisa membahayakan nyawa kita, tidak hanya mencoreng nama baik
sekolah, namun juga nama baik keluarga.” Tambah Anya.
“menurut saya, tawuran merupakan
cerminan pelajar yang payah. Ia tidak dapat menjadi pelajar yang baik yang
mampu memajukan dirinya dan negaranya. Ingat sejarah Negara kita dulu, para
pemuda dari sabang sampai merauke bersatu agar Indonesia merdeka. Masa kita
sebagai generasi penerus bangsa mau menghancurkan persatuan Negara kita? Apa
jadinya Indonesia nantinya?” budi mulai mengutarakan pendapatnya sambil
sesekali membenarkan posisi kaca matanya.
Seketika semua siswa
bertepuk tangan mendengar pendapat Budi.
“itukan sejarah, yang lalu biarlah
berlalu. Masa kita sebagai pemuda tidak memiliki pengalaman yang agak nakal.
Ngga asik dong.”
“bukan masalah itu, pengalaman kan bisa
kita dapat melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kita juga orang
lain. Tawuran bukan hanya merugikan diri kita sendiri, tapi orang lain yang
berada di sekitar tempat tawuran. Pedagang bisa saja kehilangan penghasilannya
karena barang dagangannya rusak terkena tawuran. Dan orang yang tidak sengaja
berada di situ, bisa saja menjadi korban tawuran.” Tambah Rika dengan
bijaksana.
Suasana kelas semakin
memanas. Panji selaku ketua kelompok menengahi perdebatan itu. Ia pun
mengakhiri presentasi kelompoknya.
“wah sangat aktif sekali ya ternyata
teman-teman kelas XII SS 2 tercinta ini. Seperti yang telah teman-teman
sampaikan, banyak sekali dampak negatif yang terjadi karena tawuran. Kita
sebagai pelajar yang baik, jika ingin menyelesaikan masalah dengan teman maupun
sekolah lain hendaknya dirundingkan dengan kepala dingin, tidak dengan tawuran.
Demikian presentasi dari kelompok kami. Atas perhatian teman-teman kami
mengucapkan terimakasih.” Panji menutup presentasi kelompoknya.
Kemudian terdengar tepuk
tangan siswa-siswi di kelas. Tak lama kemudian, bel tanda istirahat pu
berbunyi. Teman-teman yang lain berhamburan keluar kelas, sedangkan Panji
menghampiri dua sahabatnya.
“Hari ini penuh pendengaranku penuh
dengan kata tawuran.” Kata Rika.
“lho kok gitu? Kan kelompokku yang
presentasi tentang tawuran?” Tanya Panji.
“Iyaa, tadi pagi pas sarapan, mamah dan
Mbok Inah juga membahas tentang tawuran antarsiswa SMA yang ada di berita.”
Jelas Rika.
“lagi banyak tawuran antarpelajar
akhir-akhir ini. Makanya kita harus hati-hati barangkali di jalan sedang ada
tawuran, mending kita menghindar saja.” Kata Budi.
“Yup, setuju. Yuk ke kantin. Laper
nih..” Panji mengajak mereka ke kantin karena lapar setelah presentasi dan
melewati perdebatan di kelas.
“ayooo.” Jawab Rika dan Budi serentak.
***
Seusai sekolah, Panji
dan Rika mengantar Budi pergi ke toko HP bekas di dekat SMA Panjaitan yang
terkenal siswa-siswinya nakal. Panji berboncengan dengan Budi yang belum mahir
mengendarai sepeda motor. Sedangkan Rika sendirian. Setelah sampai di depan
toko, Panji sempat mengamati beberapa anak seusianya yang terlihat mencurigakan
sedang mengamati SMA Panjaitan.
“Mungkin mereka mencari temannya yang
sekolah disitu.” Batin Panji.
Budi cukup lama memilih
bentuk HP yang diinginkannya. Padahal Panji dan Rika sudah berkali-kali
menawarkan pilihan. Namun, Budi tidak mau karena harga yang tidak sesuai budget atau memang Budi tidak menyukai
model Hp yang dipilihkan.
Setelah hampir sejam
lebih, Budi akhirnya menemukan Hp yang sesuai dengan keinginannya. Mereka pun
berkainginan untuk mampir membeli batagor yang ada di seberang jalan. Sepeda
motor sengaja mereka titipkan sebentar di toko Hp tadi. Saat mereka sedang
menyebrang, tiba-tiba saja dari arah samping
terlihat banyak pelajar berseragam SMA berlari ke arah mereka. Ada yang
membawa batu dan ada juga yang membawa balok kayu, terlihat juga ada beberapa
yang membawa benda tajam.
Rika menjerit keras
karena ketakutan. Panji langsung menyeret Rika kembali ke toko Hp tadi agar
tidak terkena lemparan batu. Namun, gerombolan pelajar itu berlari dengan
kencang. Rika terkena lemparan batu yang tidak terlalu besar di bagian kakinya
dan Panji terkena lemparan batu di bagian kepala dan bahunya terkena balok
kayu. Setelah sampai di toko, rika langsung bersembunyi di balik motor yang
diparkir. Sedangkan Panji mencari Budi yang tertinggal di belakang saat mereka
sedang menghindari tawuran.
Panji mencari Budi
ditengah gerombolan yang sedang tawuran. Barangkali Budi terseret mereka saat
sedang berusaha menghindar. Tetapi batang hidung Budi tidak juga terlihat.
Tawuran itu terlihat sangat mengerikan. Tiba-tiba mata Panji terarah pada sosok
laki-laki yang tergolek lemah di jalan. Panji pun langsung mendatangi laki-laki
itu. Ternyata ia adalah Budi, sahabatnya. Terlihat ada darah yang mengalir di
kepalanya dan badannya terlihat ada beberapa memar.
Beruntunglah polisi
cepat datang untuk melerai pelajar yang sedang berseteru. Budi dibawa ke rumah
sakit menggunakan mobil ambulans karena keadaannya cukup parah. Sedangkan Panji
dan Rika berboncengan menggunakan sepeda motor mengikuti Budi ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Rika dan Panji langsung di obati lukanya oleh
dokter. Sedangkan Budi masih belum sadarkan diri di ruang rawat. Mereka berdua
pun menghubungi orang tua masing-masing dan orang tua Budi.
Tak lama kemudian,
mamah Rika datang dengan raut muka khawatir dan langsung menanyakan keadaan
mereka. Rika menceritakan secara detail kejadian yang tadi ia dan sahabatnya
alami. Kemudian Rika dan Panji menengok keadaan Budi. Saat budi sadar, kemudian
datang orang tuanya. Rika dan Panji meminta maaf karena tidak dapat melindungi
Budi saat tawuran itu terjadi.
“Kami minta maaf, tante, gara-gara kami,
Budi jadi seperti ini.” Kata Panji.
“Jangan menyalahkan diri kalian. Kalian
berdua tidak salah kok, lagian juga kan kalian mengantarkan Budi untuk membeli
Hp.” Jawab ibu Budi.
Sesaat kemudian, mamah
Rika datang setelah bertanya kejadian yang sebernarnya kepada polisi. Ternyata
mereka adalah siswa kelas XI SMA Panjaitan dan SMA Pedurungan. Mereka tawuran
karena salah satu dari siswa SMA Panjaitan telah merusak sepeda motor salah
satu siswa SMA Pedurungan.
Setelah malam, Panji
dan Rika berpamitan pulang bersama orang tua mereka masing-masing kepada Budi
yang harus dirawat beberapa hari lagi di rumah sakit.
***
Hampir seminggu, setiap
pulang sekolah Panji dan Rika menengok Budi di rumah sakit untuk menyemangati
Budi dan member tahu tentang pelajaran di kelas. Mereka tak bosan untuk
membahas tentang tawuran yang makin marak terjadi di kalangan pelajar seusia
mereka.
Setelah dua minggu,
akhirnya Budi telah sembuh dan dapat berangkat sekolah seperti biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar